Skip to main content

Strategi Pengembangan Bisnis Nontiket MRT Jakarta Selama Pandemi

CTVT
Salah satu bangunan cooling tower dan ventilation tower yang ada di Stasiun Dukuh Atas BNI. Dinding luar bangunan ini akan menjadi media iklan sebagai salah satu sumber pendapatan MRT Jakarta. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Irwan Citrajaya. 

Pandemi COVID-19 telah mendorong sektor bisnis transportasi hingga ke titik nadirnya. Pelaku transportasi harus memutar otak dan melakukan sejumlah tranformasi agar dapat bertahan selama masa pandemi mendera. Bagi PT MRT Jakarta (Perseroda), strategi pengembangan bisnis dilakukan dengan memaksimalkan penerimaan pendapatan dari sektor nontiket (non-fare box) dan efisiensi anggaran belanja.

“Pendapatan MRT Jakarta berasal dari tiga komponen, yaitu tiket atau farebox, nontiket atau non-fare box, dan subsidi. Subsidi biasanya sudah standar dan telah diperhitungkan. Pendapatan tiket rendah akibat pandemi sehingga pendapatan nontiket yang kita pacu,” jelas Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar. “Kita harus melihat peluang baru yang tidak hanya mengandalkan pendapatan dari jumlah penumpang. Yang kita dorong sekarang ialah memaksimalkan penerimaan pendapatan nontiket,” ujar ia. Berikutnya, lanjut William, dari sisi belanja, kita efisienkan. “Kita turunkan dan tekan agar efisien sebagai kompensasi angka keterangkutan yang turun. Kami tetap melanjutkan kebijakan cost control dan efisiensi anggaran sehingga pagu belanja tidak terlampaui,” tutur William.    

“Pada 2019 lalu, pendapatan nontiket kita mencapai 207 miliar rupiah. Pada masa pandemi 2020 lalu pun kita bisa naik dan mendapatkan Rp382,67 miliar. Yang menyelamatkan MRT Jakarta  ialah pendapatan nontiketnya,” ungkap ia. “Pada 2021 ini, kita target 450 miliar rupiah. Dan, pada akhir Juli ini, Rp258 miliar sudah tercapai. Ini tentu saja tidak mudah. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada mitra MRT Jakarta untuk tetap mempertahankan situasi ini bersama-sama melalui pandemi ini,” pungkas ia.

co-working space BHI
Salah satu area di Stasiun Bundaran HI dimanfaatkan sebagai ruang kerja berbagi (co-working space) terbuka untuk umum. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Irwan Citrajaya. 

Saat ini, pendapatan nontiket MRT Jakarta diperoleh melalui periklanan di dalam dan luar stasiun, kerja sama layanan telekomunikasi, hak penamaan stasiun, kerja sama sistem pembayaran (payment gateway), dan retail. Meski demikian, terdapat sejumlah inisiatif baru yang diambil agar dapat mendongkrak pendapatan baru. Inisiatif tersebut meliputi pemanfaatan unit cooling tower (CT) dan ventilation tower (VT) stasiun bawah tanah sebagai media periklanan; penambahan mitra baru pembayaran yaitu Astrapay yang melengkapi empat metode pembayaran yang sudah ada yaitu Dana, LinkAja, OVO, dan gopay; menyiapkan co-working spacedan business space di stasiun MRT Jakarta (saat ini tersedia di Stasiun Bundaran HI); membuka mitra baru retail stasiun; integrasi aplikasi dengan perusahaan rintisan melalui MRTJ ACCEL 2021; dan bekerja sama dengan pelaku industri rintisan melalui program MRTJ Incubator 2021.

Seluruh inisiatif dan strategi pengembangan bisnis nontiket MRT Jakarta merupakan langkah yang diambil agar perusahaan dapat terus bertahan, bahkan tumbuh dan berkembang selama masa pandemi ini. Dengan itu, layanan yang aman, nyaman, dan andal dapat selalu diberikan kepada masyarakat dan pengguna MRT Jakarta.

Penulis: Nasrullah.