Skip to main content

Security Command Center MRT Jakarta: Pengawasan untuk Keamanan Pelanggan

Control room
Inggar sedang memerhatikan gambar yang menunjukkan suasana di stasiun MRT Jakarta. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Irwan Citrajaya. 

Tatapan Inggar (23) tidak lepas dari layar yang ada di hadapannya. Ia terlihat fokus mengamati satu demi satu tayangan video yang menunjukkan situasi terkini Stasiun Dukuh Atas BNI. Jari telunjuk dan tengah tangan kanannya dengan lincah menekan tetikus. Sesekali ia menyorot detail gambar yang menarik perhatiannya, memastikan sesuatu, lalu kembali berpindah mengamati situasi di tempat lain. Hal yang sama dilakukan oleh Nanda (24), rekan kerja Inggar yang duduk tidak jauh darinya. Ia juga dengan tekun mengamati situasi di sejumlah pintu masuk dan area di luar stasiun Bundaran HI. Nanda juga memerhatikan area di sekitar parkir sepeda. Inggar dan Nanda adalah dua dari 10 operator Security Command Center (SCC) MRT Jakarta.

Security Command Center adalah pusat pengawasan (monitoring) area di dalam dan luar stasiun serta depo MRT Jakarta. Pengawasan yang dilakukan terkait aspek keamanan, baik terhadap situasi maupun kondisi infrastruktur di sekitar stasiun dan depo. Terdapat sekitar 315 kamera pengawas (CCTV) yang tersebar di 13 stasiun dan depo MRT Jakarta. Seluruh kamera ini ditempatkan di titik-titik tertentu sehingga mampu menampilkan setiap sudut yang ada di luar maupun di dalam stasiun, termasuk area parkir sepeda.

“Ruangan SCC dilengkapi dengan monitor CCTV, ruang rapat koordinasi, dan alat komunikasi yang memungkinkan operator menghubungi tim keamanan di setiap stasiun, hingga ke level manajemen MRT Jakarta,” jelas Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Muhammad Effendi. “Selain mengawasi aspek keamanan, SCC juga bisa menyediakan rekaman yang menjadi alat bukti terhadap suatu kejadian, misalnya barang kehilangan, ketinggalan, atau memenuhi permintaan pihak kepolisian terkait kejadian di luar area stasiun,” tambah ia.

control room
Taufan sedang menunjukkan sudut pandang operator saat mengawasi area parkir sepeda. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Irwan Citrajaya. 

Pengawasan di area MRT Jakarta cukup kompleks dibandingkan dengan pengawasan infrastruktur lainnya, seperti gudang. “Seorang operator selain mengawasi kondisi area di dalam stasiun, mereka juga mengawasi area di luar stasiun yang berhubungan dengan publik atau kegiatannya, seperti aksi unjuk rasa atau kendaraan milik pengguna jasa,” ujar Effendi.

Contohnya, lanjut Effendi, parkir sepeda di stasiun. “Meskipun ada petugas di lapangan yang rutin melakukan patroli area, operator di SCC juga membantu dengan mengawasi melalui kamera CCTV di stasiun tersebut,” ungkap Effendi. “Setiap operator yang bekerja di SCC dapat langsung menghubungi komandan regu yang sedang bertugas di stasiun MRT Jakarta apabila ia melihat sebuah kejadian dari monitor di ruangannya. Kehadiran SCC menjadi pendukung pusat kendali operasi (operation control center) yang mengendalikan jalannya operasional kereta dan kegiatan di stasiun,” pungkas Effendi.

Operator SCC

Inggar berbagi cerita tentang pekerjaannya sebagai operator. Salah satunya terkait kejadian penjambretan di sekitar area Stasiun Haji Nawi. “Itu kejadiannya sekitar pagi hari. Ada orang yang sedang menggunakan ponsel di pinggir jalan dan dijambret oleh pengemudi motor,” cerita ia saat terkait kejadian. “Saya lalu menyediakan rekaman tersebut saat diminta oleh manajer stasiun yang menerima laporan dari korban,” ujar lajang kelahiran Padang, Sumatra Barat ini. “Saya merasa senang bisa bekerja sebagai operator karena bisa melihat apa yang terjadi di stasiun dan tentunya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru terkait pengoperasian teknologi ini,” tutur Inggar.

Sebelum menjadi operator, Inggar dan Nanda adalah staf frontlier di stasiun. Mereka berdua bekerja di MRT Jakarta sejak 2019. Tugasnya berhadapan langsung dengan pengguna jasa MRT Jakarta. Sejak 2020 lalu, mereka ditugaskan menjadi operator SCC. Nanda lebih senang dengan posisi barunya karena selain mendapatkan keterampilan baru, ia merasa bisa berkontribusi lebih besar terhadap MRT Jakarta. “Saya juga bisa belajar memerhatikan pola pergerakan orang di stasiun,” tutur ia saat ditemui di ruang SCC.

Tidak diperlukan kualifikasi khusus untuk menjadi seorang operator SCC. Minimal lulusan D3 karena membutuhkan keahlian mengoperasikan komputer. Meski demikian, pendampingan terus dilakukan oleh spesialis terkait berpikir logis dan menjalankan prosedur (SOP) yang berlaku. Koordinasi erat juga dilakukan melalui grup percakapan ponsel. Seorang operator akhirnya akan mampu membaca situasi dengan jeli melalui layar monitornya.

Bekerja di dalam ruangan selama sekitar delapan jam per hari membuat Inggar dan Nanda serta rekan-rekannya kadang dilanda rasa jemu. Oleh karena itu, setiap dua jam sekali mereka ke luar ruangan dan melakukan peregangan dan melihat lalu lalang ratangga dari balik kaca jendela. Terkadang, secara bergantian, ia datang dan melihat langsung kondisi di stasiun dan depo agar mendapatkan gambaran tentang situasi sebenarnya, tidak hanya dari hasil gambar kamera. 

Aspek keamanan dan keselamatan merupakan hal utama bagi PT MRT Jakarta (Perseroda) terkait layanan yang diberikan kepada masyarakat. Kehadiran SCC akan mendukung fungsi OCC yang mengendalikan operasi MRT Jakarta. Pengawasan terhadap situasi di luar dan dalam stasiun akan memberikan rasa aman bagi setiap pengguna jasa MRT Jakarta, termasuk pesepeda komuter. Lebih jauh lagi, SCC dapat membantu tugas pemerintah dan pihak keamanan dalam menjalankan tugasnya.

Penulis: Nasrullah.