Beradaptasi dengan Normal Baru di MRT Jakarta
Naik transportasi umum di masa pandemi COVID-19 bukan hal yang mudah. Banyak hal harus saya pertimbangkan sebelum memilih transportasi apa yang tidak buat kita merasa khawatir ketika berada di perjalanan.
Sebagai warga sisi selatan Tangerang banyak opsi pertimbangan untuk menyeleksi transportasi umum itu. Berbagai pertimbangan itu meliputi tingkat keramaian penumpang, aturan protokol kesehatan yang diterapkan, hingga kedisiplininan menjalankan prokes ketika melayani para penumpang.
Sebagai pengguna transportasi umum, MRT selalu menjadi salah satu daftar teratas saya, baik sebelum maupun di masa pandemi ini. Seperti layanan MRT di luar negeri, MRT Jakarta amat menjaga kedisiplinan untuk menjalankan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, selama di era pandemi ini, saya lebih banyak menggunakan MRT untuk mobilitas ke Jakarta.
Awalnya, untuk menaiki transportasi umum dengan prokes ketat memang tidak mudah. Satu hal yang saya sukai ketika naik kendaraan umum ialah bisa berinteraksi dengan orang lain selama di perjalanan atau mendengar kisah orang-orang lain yang samar-samar terdengar.
Di masa pandemi, kegemaran saya itu tidak bisa dilakukan. Sebab, MRT Jakarta sangat mematuhi pelaksanaan prokes, terutama terkait larangan berbicara di dalam gerbong MRT.
Saya bahkan sempat merasakan menjadi "korban" dari kedisiplinan seluruh petugas MRT Jakarta. Ketika dalam perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus menuju Stasiun HI, awal Februari 2021, saya ditegur oleh petugas pengamanan di atas gerbong karena sesekali berbincang dengan istri saya yang duduk dibatasi dengan kursi pembatas.
"Mas, maaf dimohon untuk tidak berbicara," kata salah seorang petugas yang saya lupa namanya.
Melihat perlakuan itu saya takjub sekaligus senang. Ternyata seluruh petugas MRT Jakarta benar-benar menjalankan prokes. Tidak sekedar imbauan atau aturan semata.
Aturan larangan berbincang ini memang diterapkan di seluruh transportasi publik, tetapi dari pengalaman saya hanya MRT Jakarta yang tidak segan untuk mengingatkan penumpangnya ketika aturan itu dilanggar. Sebuah tindakan kecil yang sungguh membekas bagi saya pribadi.
Terus berinovasi
Selain itu, di masa pandemi ini, saya juga amat terbantu dengan fitur terbaru MRT Jakarta yang menyediakan pembelian tiket melalui aplikasi di telepon pintar. Alhasil, penumpang tinggal melakukan pandai Kode QR tiket dari telepon pintar ke gerbang menuju peron.
Sepengetahuan saya, fitur itu baru digunakan di MRT Jakarta. Belum ada transportasi publik lainnya di Jakarta dan sekitarnya yang menerapkan tiket elektronik seperti itu.
Saya tentu senang dengan fitur itu. Sebab, ketika tengah mengikuti program beasiswa di Tokyo, Jepang, tahun lalu, saya beberapa kali mencoba fitur tiket elektronik itu untuk naik moda kereta listrik di “Negeri Matahari Terbit”.
Selama di Tokyo, sempat terbersit di dalam hati, “Kapan ya bisa pindai tiket langsung lewat HP saat menggunakan transportasi publik di Jakarta?”.
Alhamdulillah, keinginan saya itu tidak butuh waktu lama untuk dialami langsung di Jakarta. Sungguh sebuah inovasi yang terdepan dari MRT Jakarta.
Karena pandemi yang belum tentu akhirnya, saya berharap MRT Jakarta terus menjaga kedisiplinannya yang amat memberikan kenyamanan bagi para penumpang. Dan, ditunggu juga inovasi fitur yang futuristik lainnya.
Penulis: Iksan Mahar